Kabar Ngalam

Gugurnya Mayor Hamid Rusdi, Pahlawan Kemerdekaan dari Ngalam

Mungkin anda mengenal nama Hamid Rusdi sebagai nama terminal di daerah Tlogowaru. Tidak salah!. Atau pernah tahu nama Hamid Rusdi sebagai nama sebuah jalan di daerah Bunul. Juga tidak keliru.

Namun tahukah anda bahwa nama itu adalah sosok pahlawan kemerdekaan asli Malang yang cukup disegani?. Tahukah anda bagaimana tokoh pejuang kharismatik itu gugur dan dimakamkan? atau, dimanakah pusara pahlawan kemerdekaan yang cerdik mencetuskan bahasa walikan sebagai kode rahasia perjuangan itu kini berada?

Menyambut Hari Pahlawan pada 10 November ini, sebagai warga Kota Malang yang mencintai pahlawannya tidak ada salahnya jika kita mengenal sosok sang tokoh kemerdekaan ini lebih dari sekedar nama terminal atau nama jalan saja. Dan, kami menghadirkan catatannya untuk anda.

IMG20151107080940

Pusara Mayor Hamid Rusdi, Pahlawan Kemerdekaan dari Malang


Sebagaimana diuraikan oleh Kapten Imam Supardi pada tanggal 20 Januari 1962 yang dituliskan dalam “Rakyat Jawa Timur Mempertahankan Kemerdekaan” (http://ngalam.id), dikisahkan bahwa setelah pasukan pejuang yang tergabung dalam Komando MG (Mobil Gerilya) I yang dikendalikan oleh Mayor Hamid Rusdi melakukan operasi Bumi Hangus di dalam kota, mereka kemudian terpisah dalam kompi-kompi kecil untuk meneruskan gerilya. Menghadang dan mengganggu pergerakan Belanda yang kembali memasuki wilayah Malang dalam Agresi Militer II.

Mayor Hamid Rusdi sendiri saat itu bergerak bersama dua orang anggota pasukannya, Gandi Utomo dan Imam Supardi. Hingga mereka sampai di daerah timur Singosari tepatnya di dekat lapangan udara Bugis (Lanud Abd. Rahman Saleh sekarang). Disana ia bertemu dengan anggota komando MG I lainnya. Dengan dibantu masyarakat setempat mereka kemudian merencanakan penghancuran jembatan Cerme di wilayah itu, guna memutus pergerakan pasukan Belanda. Namun sayangnya patroli Belanda keburu memasuki wilayah itu sebelum aksi dilaksanakan. Terjadilah pertempuran sengit yang tak seimbang. Dalam insiden itu gugurlah Kopral Majid, sedangkan Kopral Rusdi terluka serta ditawan bersama seorang anak berusia 12 tahun.

Setelah peristiwa itu, Komando MG I meneruskan perjalanan ke arah timur Malang dan mendirikan pos di Desa Sumbersuko- Tajinan bersama Kompi II dari Batalyon I, Letnan Kusnohadiwinoto. Untuk saat itu komando MG I dikendalikan dari tempat ini. Dari berita yang beredar, masyarakat yang ada di wilayah Malang kemudian menjadi tahu bahwa Mayor Hamid Rusdi dan pasukannya bermarkas di desa tersebut. Juga para gerilyawan di dalam kota. Merekapun datang dan bergabung untuk menyatukan rencana perjuangan.

Sejak saat itu kekuatan pejuang bertambah besar dan aksi serangan semakin sporadis, terutama di dalam kota. Namun hal itu juga membuat serdadu Belanda dapat mencium kedudukan komando MG I. Belanda berhasil mempengaruhi beberapa orang untuk menjadi mata-mata yang membaur dan menyusup di kalangan pejuang. Timbullah inisiatif dari para pemimpin pasukan untuk menciptakan bahasa sandi yang hanya akan dimengerti oleh mereka. Dan disepakati bahasa rahasia itu berupa pengucapan kata yang dibalik (bahasa walikan).

Namun begitu, pada tanggal 7 Maret 1949, serdadu Belanda dengan kekuatan dua kompi mengadakan pengejaran terhadap komando MG I. Pasukan terpaksa bergerak lagi dan mengatur strategi di Desa Baran, Tajinan. Di desa ini kemudian diputuskan bahwa pasukan harus dipisah dalam dua kelompok. Komando MG I dipimpin oleh Mayor Hamid Rusdi dengan pasukan Letda Ismail Effendi, Abdul Razak (adik kandung Hamid Rusdi), Kopral Sukarman, dan Pak Sarijan (pelayan/sopir) yang akan terus bergerak mengecoh Belanda. Dan, kelompok SWK I yang terdiri dari Kapten Wakhman, Imam Supardi, Letda Gandi Utomo dan prajurit Mokhamad Yasin, harus tetap bertahan di Desa Baran, untuk mengkonsolidasikan pejuang.

Pada malam harinya Komando MG I bergerak ke arah dalam kota, dan tiba di Desa Wonokoyo, Buring. Di Desa Wonokoyo ini mereka berbaur dengan penduduk dan menempati dua rumah. Di rumah pertama dihuni oleh Mayor Hamid Rusdi, Letda Ismail Effendi, Abdul Razak, serta dua penghuni pemilik rumah yaitu bapak dan menantunya. Sedangkan di rumah kedua, tinggallah Kopral Sukarman dan Pak Sarijan.

Ditengah keheningan malam, dini hari pada 8 Maret 1949 tiba-tiba rumah pertama telah dikepung oleh serdadu Belanda. Kelima penghuni rumah pertama itu pun kemudian ditangkap dan dibawa keluar. Setibanya di pinggir sungai dekat Desa Wonokoyo, terdengar suara tembakan beruntun. Dan, dinihari menjelang fajar itu kelima pejuang tersebut gugur sebagai syuhada, bergeletakan di tepi sungai desa itu. Komandan Mobil Gerilya I sekaligus Komandan Batalyon I, Mayor Hamid Rusdi, beserta Letnan Ismail Effendi, Abdul Razak gugur sebagai bunga bangsa bersama kedua pemilik rumah. Pada siang harinya, kelima jasad pahlawan itupun kemudian oleh masyarakat sekitar dimakamkan di Desa Wonokoyo tersebut.

Pada masa pemerintahan orde baru, jasad sang pejuang asli ngalam itupun oleh pemerintah kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Suropati Kota Malang. Namanya kemudian juga diabadikan menjadi nama jalan dan nama terminal. Bahkan sosoknya dalam rupa patung berdiri gagah di Taman Simpang Balapan dan bisa kita saksikan hingga saat ini.

Kini jasad sang pahlawan kebanggaan warga ngalam yang cerdik dan kharismatik itu telah bersemayam dengan damai di pusaranya yang berada di Blok C baris ke 74 taman makam pahlawan di Jl. Veteran tersebut. Meninggalkan kisah-kisah heroisme warga bumi Arema.

babinsa penanggungan

Serda Yusnan H., Babinsa Kel. Penanggungan

Pada bagian lain, menurut Serda. Yusnan H., Babinsa Kel. Penanggungan yang kebetulan berada di lokasi saat pewarta media ini menelusuri makam sang pejuang, di taman makam itu saat ini terdapat 2512 pusara pahlawan yang terbagi dalam 4 Blok.

Selain pusara Mayor Hamid Rusdi yang berkode 490, juga terdapat 1752 pusara pahlawan dari TNI, 33 pusara pahlawan dari Polri, 475 pusara pahlawan Veteran dan 252 pusara pahlawan tak dikenal (tanpa nama). Kemudian dari sejumlah itu, pahlawan yang pertama kali dimakamkan di tempat ini adalah pejuang yang bernama Samian. Sedangkan pangkat kemiliteran tertinggi yang dimakamkan hingga saat ini adalah Letnan Jendral TNI, yakni Letjend Witarmin.

Betapapun jaman telah berubah, semangat heroik Mayor Hamid Rusdi sang pejuang akan tetap mengalir dalam urat nadi generasi bumi arema.Semoga (mazipiend|kelkidal)


share its with :

facebook twitter