Kontan saja, kontruksi realis tersebut menjadi pemandangan menarik dan pusat perhatian pengunjung. Selain menjadi seni instalasi 3 dimensi yang melengkapi lanskap alun-alun, “menu baru” tersebut langsung menjadi jujugan dan spot selfie bagi pengunjung. Kerap terlihat pengunjung bergantian menaiki dan tentu saja berfoto ria dengan icon transportasi rakyat tersebut.
Selain seni instalasi bagian belakang bemo yang dimutilasi, sejak akhir maret lalu DKP setidaknya telah memasang 3 instalasi tematik serupa di alun-alun pusat kota itu. Ketiganya juga bertema transportasi lawas, diantaranya adalah sepeda onthel dengan boncengan samping yang dikayuh seorang lelaki berkemeja putih. Sang lelaki sambil tersenyum manis terlihat tengah melewati alun-alun tugu dengan pemandangan balaikotanya. Ada juga instalasi sebuah moge yang ditunggangi seorang cewek berbusana hitam lengkap dengan boncengan sampingnya. Sayangnya wajah sang cewek tak bisa dipandang karena tertutup helm, tapi setidaknya pengunjung dapat “bersamanya” dengan menaiki boncengan perahu yang ada di sampingnya.
Instalasi selfie berikutnya adalah sebuah becak berwarna merah muda yang dikayuh oleh Superman. Jika di negerinya sono sang superhero tersebut menolong warga dengan melawan aksi kejahatan, di Kota Malang ini sang pahlawan super itu harus rela mengayuh becak agar dapat tetap membantu warga. Daripada nganggur?!, karena di kota tercinta ini kejahatan sudah tidak ada dan manusia terbang tak diperlukan lagi.
Mungkinkah itu pesan seni yang ingin disampaikan? Entahlah, yang jelas DKP berhasil menggelitik memori warga ngalam akan transportasi lawas yang memang pernah menjadi bagian dari sejarah peradaban kota ini. So, ingin merasakan kembali ikatan emosi dengan moda transportasi lawas itu? Coba saja di Alun-alun Malang. (mazipiend|kelkidal)