Di Bulan Suro tahun 1950 dalam penanggalan Jawa atau bertepatan dengan bulan Oktober 2016 ini, Disbudpar Pemkot Malang kembali akan mengadakan kegiatan budaya berupa Ruwatan Kota Malang tahun 2016. Tradisi Ruwatan dalam spiritualitas Jawa/Kejawen biasa disebut juga dengan Buang Sengkolo (menghindari sial) atau berhubungan dengan Ritual/upacara sakral guna perbaikan kualitas jati diri manusia serta kehidupannya.
Tradisi Ruwatan atau Buang Sengkolo merupakan suatu bentuk kesadaran bahwa manusia yang wadag (berujud) ini senantiasa bergantung kepada Allah SWT. yang gaib. Disaat yang sama ia juga dituntut pula untuk mampu menjaga harmoni dengan dimensi lain yang juga tak kasat mata, melalui perilaku, tutur kata dan tindakan yang arif dan bijaksana. Sehingga aura kehidupan menjadi semakin positif dan terhindar dari hal-hal negatif.
Dalam kontek kekinian ritual Ruwatan Kota Malang tersebut lebih pada upaya menjaga tradisi dan penguatan semangat perbaikan kualitas jati diri tersebut. Banyak asesoris mistis dan klenik dalam ritual Ruwatan tradisional yang kini telah ditanggalkan. Hanya spiritnya yang tetap penting untuk digelorakan. Substansinya, doa dan pengharapan rakyat Malang berbudaya: Agar sisi-sisi negatif tahun lalu tak terulang di tahun baru Jawa ini, sehingga perikehidupan akan benar semakin berkualitas.
Akhirnya, di era digital saat inipun upaya metafisis tersebut masih relevan dan tetap diperlukan. Setidaknya untuk membentengi karakter ditengah pengaruh globalisme. Tak dipungkiri, ditengah tsunami teknologi saat ini anasir-anasir budaya yang distortif kerap terbawa dan merontokkan sisi-sisi humanisme khas manusia Indonesia.
Benteng kokoh berupa karakter dan jatidiri dapat diperkuat melalui budaya dan tradisi. Selain tentu saja, terus berupaya menyelaraskan diri dengan teknologi. Selamat ber-Ruwat-an! Bagaimana menurut anda? (mazipiend|kelkidal)