Akhir-akhir ini di beberapa sudut Kota Malang ada pemandangan baru yang cukup menarik perhatian. Di jalan-jalan, di kampung-kampung, di ujung gang bahkan di depan pertokoan, muncul sentra-sentra baru jasa penggosokan batu mulia. Isue batu akik yang popularitasnya lagi “naik daun” akhir-akhir ini, mungkin menjadi salah satu pemicunya.
Di titik-titik usaha baru tersebut biasanya terlihat beberapa orang yang berkerumun seraya melihat ketrampilan sang tukang pemoles batu dengan mesin bubutnya. Suara khas mesin bubut yang bergesekan dengan batu, plus kerumunan orang-orang yang membentuk kelompok-kelompok kecil itu tentu menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang.
Sentra-sentra jasa penggosokan batu mulia dadakan tersebut banyak bermunculan, bak jamur di musim hujan. Fenomena itu setidaknya juga terjadi di Kidul Dalem. Apalagi di wilayah ini memang terdapat satu-satunya pusat perdagangan tradisional batu mulia di Kota Malang. Pusat perdagangan tradisional batu mulia tersebut tepatnya berada di Pertokoan Mojopahit dan lebih populer dengan sebutan PKL Batu Akik Mojopahit. Disana setidaknya terdapat sekitar 20-an pedagang batu mulia yang setiap hari menggelar dagangannya di emperan ruko Jl. Mojopahit itu. Di tengah booming batu akik, keberadaan pusat bisnis batu mulia tersebut tentu membawa dampak lanjutan bagi warga di sekitarnya.
Saat ini saja, di sepanjang jalan MGR. Sugiyo Pranoto yang bersinggungan dengan pusat dagang batu mulia itu setidaknya terdapat 3 titik yang menjadi tempat jasa penggosokan batu mulia tersebut. Di jalan protokol yang membujur dari timur ke barat sepanjang kurang lebih 500 meter itu, mereka membuka lapak usaha jasanya. Ada yang “seadanya” hanya dengan sebuah meja sederhana sebagai landasan mesin, hingga yang beratap semi permanen di sebuah kios bekas penjualan pulsa.
Salah seorang penjual jasa penggosokan batu di tempat itu adalah Pak Taufik. Pria paro baya warga RW. 02 Kelurahan Kidul Dalem itu menempati “stand” bekas penjualan pulsa di seberang gereja. Di lapak itu beberapa hari ini juga terlihat cukup ramai. Saat pewarta media ini berkunjung bahkan terlihat 2 orang kliennya dari kalangan ibu-ibu. “Batu Kalimantan mas!”, ujar wanita setengah baya asal sukun itu menjelaskan batu yang ia poles di tempat ini.
Sejurus kemudian Pak Taufik menjulurkan tangan menerima beberapa lembar uang kertas sebagai pembayaran jasanya. Mantan Ketua RW. itu menuturkan bahwa ia mematok ongkos rata-rata Rp. 25.000,- untuk setiap pemolesan batu akik; mulai dari pemilihan serat, pemotongan, penghalusan, hingga siap dimasukkan emban (cincin pengikat batu mulia). Harga yang menurutnya cukup terjangkau bagi penggemar batu mulia di semua lapisan. Pengerjaannya hanya membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit. Menunggupun tidak akan bosan, karena seraya melihat bagaimana sang tukang memoles batu-batu yang eksotik itu.
Siang itu, sambil melepas masker putih yang menutup sebagian wajahnya ia tersenyum simpul ketika ditanya pendapatannya dari usaha ini. “Pokoknya Alhamdulillah pak…!”ujarnya singkat seraya beranjak hendak istirahat.
Matahari tengah sejajar di atas kepala, tugas Pak Taufik malayani pelangganpun harus berhenti sejenak. Beliau memohon pamit untuk ishoma di rumahnya. Selamat istirahat deh, Pak!, semoga usaha-usaha jasa kreatif semacam ini bukan hanya fenomena sesaat. Tetapi benar-benar menjadi ladang usaha baru jangka panjang yang menggairahkan ekonomi keluarga. (mazipiend|kelkidal)