Masih ingat Tarekot? Taman Rekreasi Kota yang dulu pernah booming dan sempat menjadi salah satu jujugan wisata keluarga yang murah dan membanggakan di Kota Singa ini. Meski kini tak semeriah dulu lagi, tapi denyut nadi kegembiraan masih terpancar dari destinasi yang berlokasi di belakang Balaikota Malang itu.
Meski daya tarik utama yaitu aneka satwa di tempat itu telah dimigrasikan, setidaknya setiap minggu pagi taman wisata rakyat di atas DAS Brantas itu masih diramaikan oleh gelak tawa ibu-ibu dari Perwosi yang sedang senam bersama. Atau, keceriaan puluhan anak-anak yang sedang bermain air di wahana kolam renang yang masih terpelihara hingga saat ini.
Kini, kesemarakan taman wisata yang dibangun Pemkot Malang pada masa kepemimpinan Suyitno tersebut diupayakan untuk hidup kembali. Meski tak ada lagi berisiknya suara aneka satwa; rusa tutul, landak, siamang, monyet ekor panjang, ataupun beberapa aves dan burung langka lainnya, Pemkot Malang mencoba membangkitkan kembali destinasi yang pernah menjadi jujugan favorit warga Ngalam itu dengan daya pikat lain. Kali ini melalui kemasan pertunjukan wisata bertajuk Gebyar Seni Budaya Tradisional Tahun 2016.
Melalui Dinas Pariwisata Kota Malang setidaknya sekali dalam sebulan akan menggelar berbagai event budaya untuk menghidupkan kembali popularitas Tareko sebagai taman wisata dan hiburan rakyat yang nyaris redup itu. Berbagai kesenian tradisional telah terjadwal dan siap digelar di taman wisata yang berlokasi di jantung kota itu. Pertunjukan rakyat semacam Seni Barongsai, Kuda Lumping, Reog, Bantengan, Pencak silat, hingga Campursari dan Terbang Jidor diharapkan akan mampu mengembalikan popularitas tempat itu sebagai jujugan wisata keluarga yang ramah terhadap rakyat kecil.
Menjamurnya tempat-tempat wisata komersil ditengah arus deras kapitalisme, upaya Pemkot Malang untuk membuka ruang-ruang publik- termasuk akses wisata budaya- yang ramah dan pro wong cilik, harus benar-benar diacungi jempol. Bagi Kota Malang, menasbihkan diri sebagai kota wisata tidak harus melupakan mereka.
Bukankah rakyat kecil, warga tak mampu dan kaum marjinal itu, juga berhak untuk mengakses wahana wisata dan merasakan aura hiburan juga? Sebagaimana warga Kota Malang lainnya, mereka juga berhak untuk terhibur dan tersenyum bahagia. (mazipiend|kelkidal)
share its by: